Fenomena
Korupsi.
Korupsi merupakan sebuah benalu sosial
yang merasuk dalam sendi-sendi struktur pemerintahan Negara maupun dalam
lembaga non pemerintah, serta menjadi salah satu hambatan paling utama bagi
pembangunan. Ada yang mengatakan, bahwa korupsi merupakan ”Seni Hidup” dan
menjadi salah satu aspek kebudayaan kita.
Keberadaan
praktek korupsi merupakan suatu produk dari sikap hidup suatu kelompok
masyarakat, yang memakai uang sebagai standar kebenaran dan juga bentuk
kekuasaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum koruptor yang kaya raya dan para
politisi korupsi yang berkelebihan uang bisa masuk ke dalam golongan elite,
yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka ini juga menduduki status sosial
yang tinggi dalam masyarakat.
Dalam praktek korupsi sangat sukar sekali,
bahkan hampir-hampir tidak mungkin habis diberantas. Sebab, amat sulit
mengejarnya dengan dasar-dasar hukum. Namun ekses perbuatan korupsi sangat
merugikan Negara dan bangsa. Hingga saat ini fenomena korupsi merupakan sebuah
bahaya latent, dan di tanggapi secara serius baik oleh pemerintah sendiri,
maupun oleh bagian-bagian dari masyarakat kita.
Pada prinsipnya korupsi adalah tingkah laku
individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mencari keuntungan pribadi,
merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala, salah
pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, dan salah urus
terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang, kekuasaan,
kekuatan formal dalam hal ini alasan hukum dan kekuatan senjata untuk
memperkaya diri.
Korupsi sudah berlangsung sejak zaman Mesir
Kuno, Babilonia, Abad Pertengahan hingga sekarang. Para pendeta di zaman Mesir
Kuno memeras rakyatnya dengan alasan, keharusan menyajikan kurban kepada para
dewa. Para Jenderal-Jenderal pada zaman Romawi memeras daerah-daerah jajahannya
guna memperkaya diri. Pada abad pertengahan, banyak bangsawan korupsi di
istana-istana para raja di eropa. Bahkan sekarang pun, di Amerika sampai pada
Indonesia terjangkit penyakit praktek-praktek korupsi yang sangat sulit di selesaikan.
Dalam masyarakat primitif, korupsi jarang
terdapat. Hal ini disebabkan oleh dominasi dan tradisi atau budaya dalam
penentuan tingkah laku manusia, dan adanya kontrol langsung oleh segenap
anggota masyarakat. Maka korupsi berkembang
dengan semakin majunya dalam dunia ekonomi dan politik, berbarengan pula
dengan kecepatan modernisasi ekonomi dan sosial. Semakin majunya usaha-usaha
pembangunan, maka semakin berkembang pula paraktek-praktek korupsi atau
tindakan manipulasi. Dengan bertambahnya kekayaan dan keuangan negara, semakin
kuat pula dorongan individu atau kelompok, terutama di kalangan pegawai negeri
untuk melakukan korupsi dan usaha-usaha pengelapan, apakah terselubung atau
terang-terangan yang dapat di publikasikan.
Fenomena korupsi suatu kategori perbuatan
kejahatan. Sehingga praktek-praktek korupsi yang di laksanakan oleh para
koruptor antara lain: “Pengelapan, penyogokan, penyuapan, kecerobohan
administrasi dengan intensi mencari
kekayaan negara, pemerasan, pengguna kekuatan hukum atau kekuatan bersenjata
untuk imbalan dan upah materil, barter kekuasaan politik dengan sejumlah uang,
penekanan kontrak-kontrak oleh kawan “Sepermainan” untuk mendapatkan komisi
besar bagi diri sendiri dan kelompok, baik dalam penjualan, pengampuan, pada
oknum-oknum yang melakukan tindak pidana agar tidak dituntut oleh yang berwajib
dengan imbalan “Uang Suap” eksploitasi dan pemerasan formal oleh para pegawai
dan penjabat resmi dan lain sebagainya”.
Salah satu fakta fenomena dalam praktek
pengangkatan pegawai negeri ataupun swasta di pusat pemerintahan ataupun non
pemerintahan yang tidak wajar, sehingga memunculkan praktek “Nepotisme dan
Kolusi” yaitu pemerintahan keluarga, dengan jalan menempatkan keluarga dan
kawan sendiri sebagai penjabat-penjabat.
Pengangkatan
sedemikian ini kemudian ditiru oleh daerah-daerah lain. Timbullah sistim
keluarga, jabatan diduduki oleh teman atau kelurga sendiri yang pada umumnya kurang mempunyai kemampuan
teknis atau talenta dalam bidangnya. Dengan demikian praktek tersebut
mengakibatkan Administrasi Negara menjadi kocar – kacir, karena di kendalikan
oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab, dan tidak mempunyai
keterampilan teknis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar