Minggu, 16 Juni 2013

FENOMENA KORUPSI


     Fenomena Korupsi.
        Korupsi merupakan sebuah benalu sosial yang merasuk dalam sendi-sendi struktur pemerintahan Negara maupun dalam lembaga non pemerintah, serta menjadi salah satu hambatan paling utama bagi pembangunan. Ada yang mengatakan, bahwa korupsi merupakan ”Seni Hidup” dan menjadi salah satu aspek kebudayaan kita.
          Keberadaan praktek korupsi merupakan suatu produk dari sikap hidup suatu kelompok masyarakat, yang memakai uang sebagai standar kebenaran dan juga bentuk kekuasaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum koruptor yang kaya raya dan para politisi korupsi yang berkelebihan uang bisa masuk ke dalam golongan elite, yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka ini juga menduduki status sosial yang tinggi dalam masyarakat.
          Dalam praktek korupsi sangat sukar sekali, bahkan hampir-hampir tidak mungkin habis diberantas. Sebab, amat sulit mengejarnya dengan dasar-dasar hukum. Namun ekses perbuatan korupsi sangat merugikan Negara dan bangsa. Hingga saat ini fenomena korupsi merupakan sebuah bahaya latent, dan di tanggapi secara serius baik oleh pemerintah sendiri, maupun oleh bagian-bagian dari masyarakat kita.
          Pada prinsipnya korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mencari keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala, salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, dan salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang, kekuasaan, kekuatan formal dalam hal ini alasan hukum dan kekuatan senjata untuk memperkaya diri.
          Korupsi sudah berlangsung sejak zaman Mesir Kuno, Babilonia, Abad Pertengahan hingga sekarang. Para pendeta di zaman Mesir Kuno memeras rakyatnya dengan alasan, keharusan menyajikan kurban kepada para dewa. Para Jenderal-Jenderal pada zaman Romawi memeras daerah-daerah jajahannya guna memperkaya diri. Pada abad pertengahan, banyak bangsawan korupsi di istana-istana para raja di eropa. Bahkan sekarang pun, di Amerika sampai pada Indonesia terjangkit penyakit praktek-praktek korupsi yang sangat sulit di selesaikan.
          Dalam masyarakat primitif, korupsi jarang terdapat. Hal ini disebabkan oleh dominasi dan tradisi atau budaya dalam penentuan tingkah laku manusia, dan adanya kontrol langsung oleh segenap anggota masyarakat. Maka korupsi berkembang  dengan semakin majunya dalam dunia ekonomi dan politik, berbarengan pula dengan kecepatan modernisasi ekonomi dan sosial. Semakin majunya usaha-usaha pembangunan, maka semakin berkembang pula paraktek-praktek korupsi atau tindakan manipulasi. Dengan bertambahnya kekayaan dan keuangan negara, semakin kuat pula dorongan individu atau kelompok, terutama di kalangan pegawai negeri untuk melakukan korupsi dan usaha-usaha pengelapan, apakah terselubung atau terang-terangan yang dapat di publikasikan.
          Fenomena korupsi suatu kategori perbuatan kejahatan. Sehingga praktek-praktek korupsi yang di laksanakan oleh para koruptor antara lain: “Pengelapan, penyogokan, penyuapan, kecerobohan administrasi  dengan intensi mencari kekayaan negara, pemerasan, pengguna kekuatan hukum atau kekuatan bersenjata untuk imbalan dan upah materil, barter kekuasaan politik dengan sejumlah uang, penekanan kontrak-kontrak oleh kawan “Sepermainan” untuk mendapatkan komisi besar bagi diri sendiri dan kelompok, baik dalam penjualan, pengampuan, pada oknum-oknum yang melakukan tindak pidana agar tidak dituntut oleh yang berwajib dengan imbalan “Uang Suap” eksploitasi dan pemerasan formal oleh para pegawai dan penjabat resmi dan lain sebagainya”.
          Salah satu fakta fenomena dalam praktek pengangkatan pegawai negeri ataupun swasta di pusat pemerintahan ataupun non pemerintahan yang tidak wajar, sehingga memunculkan praktek “Nepotisme dan Kolusi” yaitu pemerintahan keluarga, dengan jalan menempatkan keluarga dan kawan sendiri sebagai penjabat-penjabat.
          Pengangkatan sedemikian ini kemudian ditiru oleh daerah-daerah lain. Timbullah sistim keluarga, jabatan diduduki oleh teman atau kelurga sendiri  yang pada umumnya kurang mempunyai kemampuan teknis atau talenta dalam bidangnya. Dengan demikian praktek tersebut mengakibatkan Administrasi Negara menjadi kocar – kacir, karena di kendalikan oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab, dan tidak mempunyai keterampilan teknis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar