Di era
reformasi sekarang ini, Indonesia mengalami banyak perubahan. Perubahan sistem
politik, reformasi ekonomi, sampai reformasi birokrasi menjadi agenda utama di
negeri ini. Yang paling sering dikumandangkan adalah masalah reformasi
birokrasi yang menyangkut masalah-masalah pegawai pemerintah yang dinilai korup
dan sarat dengan nepotisme. Reformasi birokrasi dilaksanakan dengan harapan
dapat menghilangkan budaya-budaya buruk birokrasi seperti praktik korupsi yang
paling sering terjadi di dalam instansi pemerintah.
Reformasi birokrasi ini pada umumnya,
diterjemahkan oleh instansi-instansi pemerintah sebagai perbaikan kembali
sistem remunerasi pegawai. Anggapan umum yang sering muncul adalah dengan
perbaikan sistem penggajian atau remunerasi, maka aparatur pemerintah tidak
akan lagi melakukan korupsi karena dianggap penghasilannya sudah mencukupi
untuk kehidupan sehari-hari dan untuk masa depannya. Namun pada kenyataannya,
tindakan korupsi masih terus terjadi walaupun secara logika gaji para pegawai
pemerintah dapat dinilai tinggi.
Korupsi dari yang bernilai jutaan hingga
miliaran rupiah yang dilakukan para pejabat pemerintah terus terjadi, sehingga
dapat disinyalir negara mengalami kerugian hingga triliunan rupiah. Tentunya
ini bukan angka yang sedikit, melihat kebutuhan kenegaraan yang semakin lama
semakin meningkat. Jika uang yang dikorupsi tersebut benar-benar dipakai untuk
kepentingan masyarakat demi mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kualitas
pendidikan, mungkin cita-cita tersebut bisa saja terwujud. Dana-dana sosial
akan sampai ke tangan yang berhak dan tentunya kesejahteraan masyarakat akan
meningkat.
Seperti yang telah dijelaskan di atas,
pengkajian ulang remunerasi pegawai yang meningkatkan jumlah gaji mereka
terbukti tidak menurunkan tingkat korupsi seperti yang diharapkan. Salah satu
hal yang menyebabkan hal tersebut adalah rendahnya moral dan kesadaran
masyarakat mengenai korupsi itu sendiri.
Masyarakat menganggap korupsi sebagai
suatu hal yang biasa sebab tanpa disadari, kita sudah terbiasa melakukan
korupsi. Misalnya saja dalam penyediaan alat tulis kantor, pegawai terbiasa
mengambil uang yang tersisa dari dana yang disediakan. Padahal sesungguhnya
dana tersebut harus dikembalikan pada organisasi.
Akibat adanya kebiasaan korupsi ini,
pemberantasan korupsi di Indonesia sangat sulit dilakukan. Pemberantasan
korupsi seharusnya dilakukan dengan cara mengubah kebiasaan masyarakat sejak
dini dan menanamkan paradigma bahwa korupsi ini adalah suatu hal yang salah.
Cara ini mulai dilakukan oleh pemerintah
melalui sekolah-sekolah dengan menerapkan sistem kantin kejujuran. Kantin
kejujuran adalah sebuah sistem kantin dimana murid-murid mengambil sendiri
barang apa yang ia inginkan. Sekilas sistem ini terlihat seperti suatu sistem
yang biasa dilakukan di supermarket dimana konsumen melayani dirinya sendiri.
Namun di kantin kejujuran, murid bukan
hanya harus melayani dirinya sendiri tapi juga harus membayar serta mengambil
kembalian sendiri tanpa adanya orang yang mengawasai, sehingga hal ini
merupakan solusi untuk mempersiapkan masyarakat yang menjunjung tinggi
kejujuran. Dengan kata lain, sistem kantin ini berbeda dari kantin-kantin yang
ada umumnya karena di sini tidak terdapat penjual.
Sistem kantin kejujuran ini dapat
merangsang kejujuran murid karena ia akan belajar menjadi orang yang berusaha
menjaga amanat yang diberikan oleh orang lain kepada dirinya. Di samping itu,
kantin kejujuran juga memberikan kontribusi dalam mencerdaskan murid khususnya
untuk perhitungan matematis. Kantin kejujuran merupakan upaya preventif dalam
menangkal terjadinya tindak korupsi.
Penyebab adanya tindakan korupsi
sebenarnya bervariasi dan beraneka ragam. Akan tetapi, secara umum dapatlah
dirumuskan, sesuai dengan pengertian korupsi di atas yaitu bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan pribadi /kelompok /keluarga/ golongannya sendiri.
Faktor-faktor secara umum yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan korupsi
antara lain yaitu :
- Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberi ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.
- Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
- Kolonialisme, suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi.
- Kurangnya pendidikan.
- Adanya banyak kemiskinan.
- Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.
- Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
- Struktur pemerintahan.
- Perubahan radikal, suatu sistem nilai yang mengalami perubahan radikal, korupsi muncul sebagai penyakit transisional.
- Keadaan masyarakat yang semakin majemuk.
Dalam teori yang dikemukakan oleh Jack
Bologne atau sering disebut GONE Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya korupsi meliputi :
- Greeds (keserakahan) : berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang.
- Opportunities (kesempatan) : berkaitan dengankeadaan organisasi atau instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.
- Needs (kebutuhan) : berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
- Exposures (pengungkapan) : berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan.
Bahwa faktor-faktor Greeds dan Needs
berkaitan dengan individu pelaku (actor) korupsi, yaitu individu atau kelompok
baik dalam organisasi maupun di luar organisasi yang melakukan korupsi yang
merugikan pihak korban. Sedangkan faktor-faktor Opportunities dan Exposures
berkaitan dengan korban perbuatan korupsi (victim) yaitu organisasi, instansi,
masyarakat yang kepentingannya dirugikan.
Menurut Dr.Sarlito W. Sarwono, faktor
penyebab seseorang melakukan tindakan korupsi yaitu faktor dorongan dari dalam
diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak, dan sebagainya) dan faktor
rangsangan dari luar (misalnya dorongan dari teman-teman, kesempatan, kurang
kontrol dan sebagainya).
Menurut Komisi IV DPR-RI, terdapat
tiga indikasi yang menyebabkan meluasnya korupsi di Indonesia, yaitu :
1. Pendapatan atau gaji yang tidak
mencukupi.
2. Penyalahgunaan kesempatan untuk
memperkaya diri.
3. Penyalahgunaan kekuasaan untuk
memperkaya diri.
Dalam
buku Sosiologi Korupsi oleh Syed Hussein Alatas, disebutkan ciri- ciri korupsi antara lain sebagai berikut :
· Korupsi senantiasa melibatkan lebih
dari satu orang.
· Korupsi pada umumnya melibatkan
keserbarahasiaan.
· Korupsi melibatkan elemen kewajiban
dan keuntungann timbale balik.
· Berusaha menyelubungi perbuatannya
dengan berlindung dibalik perlindungan hukum.
·
Mereka
yang terlibat korupsi adalah mereka yang menginginkan keputusan-keputusan yang
tegas dan mereka yang mampu untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
· Setiap tindakan korupsi mengandung
penipuan, biasanya pada badan publik atau masyarakat umum.
· Setiap bentuk korupsi adalah suatu
pengkhianatan kepercayaan.
· Setiap bentuk korupsi melibatkan
fungsi ganda yang kontradiktif.
· Perbuatan korupsi melanggar
norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar